Mitos Ular Weling Menurut Orang Jawa

Mitos Ular Weling Menurut Orang Jawa


Mitos Ular Weling Menurut Orang Jawa

Mitos Ular Weling Menurut Orang Jawa - Warga di Perumahan Persada Sayang Kota Kediri gempar. Seorang ibu rumah tangga dilarikan ke rumah sakit lantaran mimpi di gigit ular yang masuk ke dalam rumah. Butuh waktu beberapa hari bagi petugas rumah sakit untuk memantau kondisi warga hal yang demikian sebelum diperbolehkan pulang.

Momen yang terjadi bulan Juni 2019 itu membikin bulu kudukku merinding. Karena rumah yang disatroni ular itu cuma berjarak beberapa meter dari rumahku. Apalagi ular yang menggigit ibu itu seketika melarikan diri dan tidak diketahui daerah persembunyiannya. “Bisa juga ke rumah kita, pak,” kata anakku yang masih duduk di kursi kelas empat sekolah dasar cemas.

Beruntung kondisi kesehatan ibu itu tidak berbahaya. Gigitan ular yang cukup dalam di bagian kaki tidak meninggalkan bisa berbisa. Si ibu bisa pulang setelah dua hari dirawat di rumah sakit Bhayangkara Kediri.

Kisah ular di dalam rumah ini hakekatnya tidak asing di perumahan kami. Kecuali dekat dengan aliran sungai, sejarah perumahan yang dulunya bekas rawa membikin keberadaan reptil ini tidak bisa dihindari. Pun semenjak membeli salah satu unit rumah di perumahan itu lima tahun silam, sudah tiga kali saya membunuh ular yang masuk ke dalam rumah.

Karena ukurannya yang kecil dan kuanggap tidak berbahaya, ular itu kubantai dengan sekop. Pun salah satunya cukup dengan alas sandal sebab tidak menampakkan gejala menyerang. Setelah kubunuh, jasadnya saya lempar ke dalam saluran air depan rumah dan ingin tidak ada lagi yang timbul.

Tetapi kemunculan ular di dalam rumah tetanggaku cukup menyeramkan. Ular itu seukuran dua ibu jari orang dewasa, jauh dari ukuran ular yang saya bantai. Apalagi ular itu seketika menyerang sedangkan tidak sedang dalam kondisi terancam. “Mungkin masuk dari atas plafon, sebab samping rumah banyak pohon Jati dan belakangnya sungai,” kata Zainul, ketua RT kami yang memerintahkan pemilik kebun Jati memangkas tanamannya.

Beda dengan keputusanku untuk membunuh ular yang masuk ke rumah, Purwanti, tetangga depan rumah justru membiarkan ular sebesar paha orang dewasa di dalam dapurnya. Alih-alih membunuh, perempuan paruh baya ini justru memanggil pawang ular untuk membawanya pergi. “Pawang itu tidak seketika mengambil ularnya, melainkan mencari pasangannya sebab diyakini ada dua,” jelas Purwanti.

Benar saja, si pawang menemukan ular lain yang tidak kalah besar meringkuk di sudut dapur. Berbekal glangsing atau karung, dia memasukkan dua ular itu dan membawanya pergi. Berdasarkan Purwanti, dirinya dilarang membunuh ular sebab pasti akan dicari pasangannya. “Tetapi itu kan kepercayaan orang. Bila saya memang tidak menyukai membunuh ular,” katanya.

Keputusan Purwanti untuk tidak membunuh ular bukan sebab mitos yang berkembang, utamanya variasi ular Weling. Karena beberapa masyarakat masih menganggap membunuh ular Weling adalah pantangan. Ular itu dianggap lambang malapetaka dan penyakit. Maka banyak orang tua jaman dahulu yang menyarankan balik kanan jika bertemu ular Weling di perjalanan.

Berdasarkan ibuku, Weling adalah diksi Bahasa Jawa yang berarti pesan. Pesan ini kerap diartikan sebagai tanda buruk yang bakal terjadi. “Bila di jalan ketemu ular Weling, lebih baik kembali. Bila ingin terus silahkan asal hati-hati,” pesan ibuku.

Tetapi mitos itu tidak berlaku bagiku. Karena variasi ular apapun yang masuk ke dalam rumahku akan kuhabisi. Termasuk ular Weling sekalipun.

Komentar